BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peserta didik mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan
kebutuhan materiil, spiritual yang harus dipenuhi. Menurut Havighurst (Monks
dkk, 2002: 22), tugas perkembangan (developmental
task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh individu dalam masa hidup
tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Peserta didik
akan merasa sedih bila tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik,
sebaliknya keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan memberikan
perasaan berhasil dan akhirnya perasaan bahagia.
Sementara itu, Menurut Abraham Maslow (Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan,
2006: 203-209), hirarki kebutuhan yaitu suatu susunan kebutuhan yang
sistemastik, dalam kebutuhan dasar (basic
needs) harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya muncul. Hirarki kebutuhan itu meliputi pertama,
kebutuhan biologis. Kedua, kebutuhan
keamanan. Ketiga, kebutuhan untuk
memiliki dan cinta. Keempat, kebutuhan
harga diri. Kelima, Kebutuhan untuk
tahu dan mengerti. Keenam, kebutuhan
estetis, Ketujuh, kebutuhan untuk
aktualisasi diri. Kebutuhan tersebut menuntut sekali dipenuhi, sekali kebutuhan
ini terpenuhi, muncullah kebutuhan pada tingkat berikutnya.
Dalam
melaksanakan tugas perkembangan dan memenuhi kebutuhan materiil spiritual
peserta didik akan menemui masalah-masalah tetapi kompleksitas masalah-masalah
yang dihadapi individu yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda (Rohmat
Mulyana, 2005: 210). Peserta didik di sekolah akan mengalami masalah-masalah
yang berkenaan dengan: pertama, perkembangan
individu. Kedua, perbedaan individu
dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, pengetahuan,
kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan,
ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan. Ketiga, kebutuhan individu dalam hal, memperoleh kasih sayang,
memperoleh harga diri, memperoleh penghargaan yang sama, dikenal, memperoleh
prestasi dan posisi, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok,
rasa aman dan perlindungan diri dan untuk memperoleh kemerdekaan diri. Keempat, penyesuaian diri dan kelainan
tingkah laku. Kelima, masalah belajar
(Tohirin, 2007: 111).
Dengan memahami
karakteristik tersebut konselor dapat memilih pendekatan dan teknik yang tepat
dalam memperlakukan peserta didik sebagai manusia dan mengetahui
kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Perlakuan yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik adalah merelevansikan program (Ridwan, 2008: 109).
Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah diwujudkan dalam suatu
program yang terorganisir dan terencana. Program bimbingan dan konseling akan
terselenggara secara efektif, apabila didasarkan kebutuhan nyata dan kondisi
obyektif perkembangan peserta didik.
Menurut Ridwan
(Saring Marsudi, 2003: 23), bimbingan dan konseling yang bermakna adalah
bimbingan dan konseling yang memberikan manfaat sepenuhnya bagi subyek. Oleh karena itu layanan bimbingan dan konseling hendaknya berdasar pada
kebutuhan subyek. Hal ini berimplikasi dalam penyusunan program, program
hendaknya disusun dengan diawali menganalisis kebutuhan (needs assessment). Hal tersebut dipertegas oleh temuan penelitian
dari Sunaryo Kartadinata, dkk (1996-1999) yang menunjukkan bahwa program
bimbingan dan konseling di sekolah akan berlangsung efektif, apabila didasarkan
kepada kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan peserta didik (Syamsu
Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2003: 1).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Paradigma Bimbingan dan Konseling
Paradigma
adalah sistem acuan menyeluruh yang membimbing aktivitas masyarakat. Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-paedogogis dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan
kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas
dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan
peserta didik.
Menurut
American Heritage Dictionary pemaknaan paradigma kurang lebih adalah
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan yang merupakan cara
pandang dari suatu disiplin ilmu untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu,
paradigma bimbingan dan konseling berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai,
dan praktek pelaksanaan yang merupakan cara pandang dari bimbingan dan
konseling untuk melayani masyarakat. Untuk itu, di dalam disiplin bimbingan dan
konseling sudah semestinya ada asumsi, konsep, nilai, dan seperangkat
pelaksanaan yang merupakan perspektif dalam melayani masyarakat
Karena
setiap saat, dari waktu ke waktu, tantangan, masalah dan kebutuhan masyarakat
pada umumnya senantiasa berubah. Masalah dan kebutuhan masyarakat yang semakin
bervariasi juga menuntut bentuk layanan yang harus diberikan semakin beragam
jenisnya. Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan
dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial,
klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi
perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan
atau bimbingan dan konseling komprehensif.
Paradigma
pelayanan bimbingan dan konseling berorientasi pada pendekatan komprehensif
yang didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan
potensi dan pengentasan masalah konseli maupun peserta didik. Dalam pelaksanaannya,
pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal
Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf
administrasi), orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait lainnya
(seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter).
Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara
keseluruhan dalam upaya membantu para peserta didik agar dapat mengembangkan
atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar, maupun karir.
Atas
dasar itu, maka paradigma bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah
diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli
maupun peserta didik, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan
karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi peserta didik sebagai makhluk
yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan
spiritual).
B.
Pengertian dan
Landasan Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Bimbingan dan konseling merupakan
system kegiatan yang dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi
dirinya seoptimal mungkin. Namun dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami
perkembangan yang baik, namun terkadang sifatnya fluktuatif atau tak stabil. Oleh
sebab itulah, guna membantu siswa dalam perkembangannya perlu diberikan layanan
bimbingan dan konseling yang komprehensif.
Bimbingan dan konseling komprehensif
diprogramkan bagi seluruh siswa, artinya bahwa semua peserta didik wajib
mendapatkan layanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu bimbingan dan
konseling komprehensif perlu memperhatikan: (1) ruang lingkup yang menyeluruh,
(2) dirancang untuk lebih berorientasi pada pencegahan, dan, (3) tujuannya
pengembangan potensi peserta didik (Suherman, 2011:51).
Ruang lingkup bimbingan dan
konseling komprehensif tidak hanya berorientasi pada peserta didik sebagai
pribadi saja, namun semua aspek kehidupan siswa sejak usia dini sampai usia
remaja (SMA/SMK). Dimana focus utamanya adalah teraktualisasinya potensi
peserta didik dan berkembang optimal sehingga peserta didik dapat meraih sukses
di sekolah maupun masyarakat.
Titik berat bimbingan dan konseling
komprehensif adalah mengarahkanpeserta didik agar mampu mencegah berbagai hal
yang dapat menghambat perkembangannya. Selain itu, melalui hal preventif
peserta didik mampu memutuskan dan memilih tindakan-tindakan tepat ang dapat
mendukung perkembangannya.
Agar pelaksanaan program bimbingan
dan konseling komprehensif berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,
maka harus dipahami 5 premis dasar Bimbingan dan konseling komprehensif.
Menurut Gysbers dan Henderson (2006:28) lima presmis tersebut adalah:
1.
Tujuan Bimbingan dan konseling bersifat kompatibel
dengan tujuan pendidikan.
2.
Fokus utama layanan bimbingan dan konseling adalah
mengawal perkembangan peserta didik melalui pemenuhan fasilitas peserta didik
agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi mandiri dan lebih optimal.
3.
Program bimbingan dan konseling merupakan Team Building approach artinya merupakan suatu tim yang bersifat kolaboratif
antar staff.
4.
Program bimbingan dan konseling merupakan sebuah
proses yang tersusun secara sistematis dan dikemas melalui tahap-tahap
perencanaan, desain, implementasi, evaluasi, dan tindak lanjut.
5.
Program bimbingan dan konseling harus dikendalikan
oleh kepemmimpinan yang memiliki visi dan misi yang kuat mengenai bimbingan dan
konseling.
Landasan Bimbingan dan Konseling Komprehensif
1.
Landasan Filosofis
Landasan
filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan
konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun
estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan
dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang :
apakah manusia itu ?
2.
Landasan Psikologis
Landasan
psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan
bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh
konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan,
(c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
3.
Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya
merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang
dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk
lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan
dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan
sosial-budaya yang ada di sekitarnya.
4.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki
dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan
tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan
menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk
laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
C.
Ragam
Bidang Bimbingan dan konseling Komprehensif
Bidang
bimbingan dan konseling dibagi ke dalam empat bidang, yaitu meliputi:
a. Bidang pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan
yang membantu peserta didik dalam
memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat,
serta kondisi sesuai dengan karakteristik
kepribadian dan kebutuhan dirinya secara
realistik.
b. Bidang pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan
hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga,
dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
c. Bidang pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan
yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka
mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
d. Bidang pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil
keputusan karir.
D.
Jenis
Layanan BK Komprehensif
1. Layanan
Orientasi
Layanan orientasi yaitu
layanan konseling yang memungkinkan klien memahami lingkungan yang baru
dimasukinya untuk mempermudah dan memperlancar berperannya klien dalam
lingkungan baru tersebut.
2. Layanan
Informasi
Layanan informasi yaitu
layanan konseling yang memungkinkan klien menerima dan memahami berbagai
informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan
keputusan untuk kepentingan klien.
3. Layanan
Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan
penyaluran yaitu layanan konseling yang memungkinkan klien memperoleh
penempatan dan penyaluran yang sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
4. Layanan
Penguasaan Konten
Layanan penguasaan
konten yakni layanan konseling yang memungkinkan klien mengembangkan diri
berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi pelajaran yang
cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan
dan kegiatan belajar lainnya.
5. Layanan
Konseling Individual
Konseling individual
adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara
antara seorang konselor dan seorang konseli/klien. Konseli/klien mengalami
kesukaran pribadi yang tidak dapat dipecahkan sendiri, kemudian ia meminta
bantuan konselor sebagai petugas yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan
dan ketrampilan psikologi. Konseling ditujukan pada individu yang normal, yang
menghadapi kesukaran dalam mengalami masalah pendidikan, pekerjaan dan sosial
dimana ia tidak dapat memilih dan memutuskan sendiri. Dapat disimpulkan bahwa
konseling hanya ditujukan pada individu-individu yang sudah menyadari kehidupan
pribadinya.
6. Layanan
Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok
dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri
konseli/klien. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian
informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan
masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
7. Layanan
Konseling Kelompok
Strategi berikutnya
dalam melaksanakan program BK adalah konseling kelompok. Konseling kelompok
merupakan upaya bantuan kepada peserta didik dalam rangka memberikan kemudahan
dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling
kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
8. Layanan
Mediasi
Layanan mediasi yakni
layanan konseling yang memungkinkan permasalahan atau perselisihan yang dialami
klien dengan pihak lain dapat terentaskan dengan konselor sebagai mediator.
9. Layanan
Konsultasi
Pengertian konsultasi
dalam program BK adalah sebagai suatu proses penyediaan bantuan teknis untuk
konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya dalam mengidentifikasi
dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas peserta didik atau sekolah.
konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang
langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien
melalui bantuan yang diberikan orang lain.
Untuk
menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan
di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup :
1. Aplikasi
Instrumentasi Data;merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan
tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya,
yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non
tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya
dan memahami karakteristik lingkungan.
2. Himpunan
Data;merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang
relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data
diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan
sifatnya tertutup.
3. Konferensi
Kasus;merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan
konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah
untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan
memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan
klien.
4. Kunjungan
Rumah;merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah
klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk
memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga
untuk mengentaskan permasalahan klien.
5. Alih
Tangan Kasus merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat
dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan
kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran
atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik
dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang
dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan dari pelayanan konseling
adalah terjadinya perubahan pada tingkah laku peseerta didik (konseli).
Konselor memusatkan perhatiannya kepada konseli dengan mencurahkan segala daya
dan upayanya demi perubahan pada diri konseli, yaitu perubahan ke arah yang
lebih baik, teratasinya masalah yang dihadapi konseli, sehingga konseli mampu
mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan efektif
sehari-hari (effektive daily living).
Agar dapat mencapai tujuan konseling
secara efektif, konselor sebagai fasilitator penyelenggaraan konseling harus
memiliki berbagai keterampilan yang memadai tentang pelayanan konseling.
Keterampilan yang dimaksud melingkupi empat bidang bimbingan, sembilan layanan,
enam jenis kegiatan pendukung yang diwujudkan dalam format layanan bimbingan
dan konseling yang terdiri dari format individual, format kelompok, format
klasikal, dan format lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyo. 2011.
Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang: Widya Karya.
Suherman, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling.
Bekasi: Madani.
Yusuf,S.,& Nurishan,J. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Carkhuff,
Robert R. 1985. The Art of Helping, Massachusett : Human Resource Development
Press.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/jenis-layanan-bimbingan-dan-konseling/
http://uliyaans.blogspot.com/2013/05/paradigma-dan-ekspektasi-bimbingan_26.html