BAB 1
Pendahuluan
Dunia pendidikan mengartikan
diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami
dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari
faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan
kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara
preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan
diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama,
setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang
secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat
dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di
sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh
siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan
menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam
mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Berkait dengan kegiatan diagnosis,
secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu
diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis yang mengklasifikasi
masalah. Diagnosa untuk mengerti masalah
merupakan usaha untuk dapat lebih banyak mengerti masalah secara menyeluruh.
Sedangkan diagnosis yang mengklasifikasi masalahmerupakan pengelompokan masalah
sesuai ragam dan sifatnya. Ada masalah yang digolongkan kedalam masalah yang
bersifat vokasional, pendidikan, keuangan, kesehatan, keluarga dan kepribadian.
Belajar merupakan tugas utama siswa,
di samping tugas-tugas yang lain. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya
diharapkan oleh siswa yang bersangkutan, tetapi juga oleh orang tua, guru, dan
juga masyarakat. Tentu saja yang diharapkan bukan hanya berhasil, tetapi
berhasil secara optimal. Untuk itu diperlukan persyaratan yang memadai, yaitu
persyaratan psikologis, biologis, material, dan lingkungan sosial yang
kondusif.
Bila keberhasilan merupakan dambaan
setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa
wujud ketidak berhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek
untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik kelas, putus sekolah
(dropout), dan tidak lulus ujian akhir.
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian dan
Gejala-gejala Kesulitan Belajar
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar. Blassic dan
Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3), menyatakan bahwa
kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang
diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya
menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang
normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting
dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi
motoriknya.
Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994 : 4 – 5) menganggap kesulitan
belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari
atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis,
sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang
dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Menurut Warkitri dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang
mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut :
1. Hasil
belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.
3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses
belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang
sebelum waktunya, dst.
7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar,
misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
Kesulitan belajar siswa mencakup
pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning
diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian
tersebut.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah
keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya
tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan
olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami
kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses
belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya
siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat
dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki
postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley,
namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat
menguasai permainan volley dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya
memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ =
130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah.
4.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang
lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar
mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar,
sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya
B. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut
Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang
berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor
yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.
1. Faktor
Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.
a.
Faktor kejiwaan, antara lain :
·
minat terhadap mata kuliah kurang
·
motif belajar rendah
·
rasa percaya diri kurang
·
disiplin pribadi rendah
·
sering meremehkan persoalan
·
sering mengalami konflik psikis
·
integritas kepribadian lemah.
b.
Faktor kejasmanian, antara lain :
·
keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit)
·
adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat
disembuhkan;
·
adanya gangguan pada fungsi indera;
·
kelelahan secara fisik.
2.
Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor
eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor
ini dapat dibedakan menjadi dua : faktor instrumental dan faktor lingkungan.
a.
Faktor instrumental
Faktor-faktor
instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa antara lain :
·
Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak
memadai
·
Kurikulum yang terlalu berat bagi mahasiswa
·
Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun
dengan baik
·
Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai
dengan kebutuhan.
b.
Faktor lingkungan
Faktor
lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Penyebab kesulitan
belajar yang berupa faktor lingkungan antara lain :
·
Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga
·
Lingkungan sosial kampus yang tidak kondusif
·
Teman-teman bergaul yang tidak baik
·
Lokasi kampus yang tidak atau kurang cocok untuk
pendidikan.
C.
Diagnostik
mengatasi kesulitan belajar
Belajar pada dasarnya merupakan
proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk
perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar
seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh
perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa
siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil
belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam
mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang
dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan,
sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada
kecendrungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin
tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu
apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah
tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya cukup berat.
Atas kenyataan itu, semestinya
sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Seperti diketahui, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sekurang-kurangnya
memiliki 3 fungsi utama. Pertama fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam
memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan. Kedua, fungsi
administrasi, dan ketiga fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan
khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan
integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan
dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada
dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk
seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab pula atau melekat
padanya fungsi administratif dan fungsi pelayanan siswa. Hanya memang dalam
pendidikan, pada dasarnya sulit memisahkan secara tegas fungsi yang satu dengan
fungsi yang lainnya, meskipun pada setiap fungsi tersebut mempunyai penanggung
jawab masing-masing. Dalam hal ini, guru atau pembimbing dapat membawa setiap
siswa kearah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan
kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Salah satu kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugas dan peranannya ialah kegiatan
evaluasi. Dilihat dari jenisnya evaluasi ada empat, yaitu sumatif, formatif,
penempatan, dan diagnostik.
1. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor
penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks
Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa,
bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton
membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan
kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor
yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan
kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi
psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah,
lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan
sejenisnya.
2. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang
dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil
keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi
kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama
menangani kasus – kasus yang dihadapi.
3. Tes diagnostik
Pada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes
diagnostik kesulitan belajar yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes
itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah
ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang
harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui
pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal,
untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes
dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar
dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan
melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan
belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes
diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka
terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna
memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru
perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus
akan menjadi lebih mudah dan terarah.
D.
Langkah-langkah
Diagnostik Kesulitan Belajar
1. Identifikasi
Kasus:
§ Menentukan
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
Cara :
a. Menandai
siswa dengan membandingkan posisi atau kedudukan prestasi siswa dengan prestasi
kelompok / kriteria tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan.
b. Teknik
:
1) Meneliti
nilai hasil ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku
leger) kemudian membandingkannya dengan nilai rata-rata kelompok / kriteria
yang telah ditentukan.
2) Observasi
2. Identifikasi
Masalah :
§ Menentukan
atau melokalisasikan pada bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut
mengalami kesulitan
Pada tahap ini kerjasama antara petugas bimbingan dan
konseling, wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu siswa dalam
mengatasi kesulitan belajarnya.
Cara dan alat yang
dapat digunakan, antara lain:
1) Cara
langsung
a) Tes
diagnostik bidang studi
b) Hasil
ujian siswa sebagai bahan untuk dianalisis
c) Memeriksa
buku catatan atau pekerjaan siswa
2) Bekerjasama
dengan orang tua atau pihak lain dgn cara :
a) Menggunakan
tes diagnostik yang sudah standar
b) Wawancara
khusus oleh ahli yang berwewenang dalam bidang ini.
c) Observasi
d) Wawancara
: guru pembimbing, wali kelas, orangtua teman
3. Identifikasi
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
a. Faktor
internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal
ini antara lain, disebabkan oleh:
·
Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf,
cacat, sakit, dan sebagainya.
·
Kelemahan mental: faktor kecerdasan,
seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui dengan tes psikologis.
·
Gangguan-gangguan yang bersifat
emosional.
·
Sikap kebiasaan yang salah dalam
mempelajari materi pelajaran.
·
Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan
dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi pelajaran lebih lanjut.
b. Faktor
eksternal, yaitu faktor yang berasal
dari luar diri siswa, sebagai penyebab kesulitan belajar, antara lain:
·
Situasi
atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif
antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student
active learning”).
·
Sifat kurikulum yang kurang fleksibel.
·
Beban studi yang terlampau berat.
·
Metode mengajar yang kurang menarik
·
Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan
belajar
·
Situasi rumah yang kurang kondusif untuk
belajar.
4. Prognosis/Diagnosis
Pada langkah ini, dapat
menyimpulkan tentang:
a. Apakah
siswa masih dapat ditolong untuk dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau
tidak ?
b. Berapa
waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut ?
c. Kapan
dan di mana pertolongan itu dapat diberikan ?
d. Siapa
yang dapat memberikan pertolongan ?
e. Bagaimana
caranya agar siswa dapat ditolong secara efektif ?
f. Siapa
sajakah yang perlu dilibatkan atau disertakan dalam membantu siswa tersebut,
dan apakah peranan atau sumbangan yang dapat diberikan masing-masing pihak
dalam menolong siswa tersebut ?
5. Referal
Pada langkah ini,
menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan. Rencana
ini hendaknya mencakup:
a. Cara-cara
yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan belajar yang dialami siswa
yang bersangkutan.
b. Menjaga
agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.
E.
Mengatasi Kesulitan Belajar
Kesulitan
belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua
bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak
usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai
dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di
masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal
pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral,
skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
1.
Perhatikan Mood
Untuk
mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar
anak. Apakah anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika
belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih
cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu
penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau
karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan
hati si anak.
2.
Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan
belajar anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu,
coba sediakan tempat belajar untuk anak. Jika kesulitan itu muncul karena tidak
tersedianya meja, maka ajaklah anak belajar di meja makan didampingi
orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu,
saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar
yang baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya
menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut
dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang
dijalaninya sekarang.
3.
Komunikasi
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan
juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka
mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir
termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya.
Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak
dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya.
Selamat mencoba.
BAB III
Penutup
·
Kesimpulan
Kesulitan
dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh
para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap
permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui media klinik pembelajaran.
Proses diagnosis bukan
hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristik, serta latar belakang
dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan
suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka
disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar.
Berdasarkan apa yang
dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa diagnosis kesulitan belajar
memerlukan perencanaan yang matang, yang memerlukan waktu, tenaga, dan juga
biaya. Oleh karena itu diagnosis kesulitan belajar siswa hendaknya menjadi
bagian dari program kerja lembaga pendidikan. Bila hal ini dapat terlaksana
dengan baik niscaya kesulitan-kesulitan belajar mahasiswa dapat dicegah dan
diatasi.
·
Saran-saran
Untuk mencegah dampak negative
yang lebih jelek, yang mungkin timbul karena kesulitan belajar yang dialami
para peserta didik, maka para pendidik harus waspada terhadap gejala-gejala
kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh para peserta didiknya. Untuk itu
dalam makalah ini, kami mencoba menguraiakan latar belakang kesulitan belajar,
karakteristik peserta didik dalam belajar, gejala-gejala kesulitan belajar, dan mengatasi kebosanan.
syip,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
BalasHapus